Berita Utama - Radar Banjarmasin
Kamis, 20 Januari 2005
BANJARMASIN,- Pengurus Wilayah Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kota Banjarmasin, rupanya tak enak hati dituding bahwa kepulangan Tim Relawan RAPI Kalsel dari Naggroe Aceh Darussalam disebabkan tidak tahan mental. Pasalnya, kepulangan mereka sebelum waktunya itu sepenuhnya atas perintah Ketua RAPI Kota Banjarmasin, karena kecewa terhadap manajemen Satkorlak PBP Kalsel.
Untuk diketahui, 11 orang anggota Tim RAPI adalah angggota Bankom dan pengurus RAPI Kalsel. "Tim kami adalah tim yang terlatih, dan dibuktikan selama 4 hari di Aceh telah berhasil mengevakuasi 100 lebih mayat korban gempa dan tsunami di Banda Aceh dan sekitarnya," ujar Zainal Aqli, Ketua RAPI Kota Banjarmasin.
Menurut Zainal, penarikan Tim RAPI ini karena sangat buruknya manajemen penanggulangan bencana tim yang dipimpin Satkorlak PBP Kalsel serta lembeknya pejabat di dalamnya saat pengambilan keputusan.
Selain itu, tidak adanya konsekuensi tugas yang diberikan kepada Tim RAPI. "Kedatangan Tim RAPI di Aceh bukan sebagai aparat keamanan, tetapi sebagai sukarelawan yang tugasnya 100 persen adalah membantu rakyat Aceh terutama dalam hal mengevakuasi mayat dan pendistribusian bantuan dan makanan. Untuk keamanan mestinya diserahkan saja kepada pihak keamanan, bukan kepada relawan," ujarnya.
Digambarkan Zainal, Tim RAPI bekerja pada siang hari melakukan evakuasi. Kemudian malamnya, ditugaskan kembali untuk menjaga fasilitas dan logistik yang ada di halaman Kantor Gubernur NAD. Padahal, tugas ini sangat berisiko bagi keselamatan karena kantor gubernur adalah salah satu sasaran GAM dan penjarahan oleh masyarakat Aceh sendiri. "Saya mempertanyakan, siapa yang bertanggung jawab bila salah satu dari anggota kami tewas ditembak GAM. Tetapi kalau mereka meninggal saat melakukan evakuasi, maka kami rela karena memang tugas kami," ujarnya.
Zainal juga merasa prihatin terhadap kondisi Tim RAPI. Ternyata, relawan RAPI, khususnya anggota RAPI Banjarmasin, tidak divaksinasi. Artinya, perhatian terhadap relawan tidak ada. Hal ini berpotensi menimbulkan korban baru.
"Kami melihat adanya diskriminasi dengan kelompok lain di dalam Tim Satkorlak PBP Kalsel terhadap RAPI. Ini terlihat dari persiapan sampai ke Aceh. Keberangkatan kami saja sendiri, tidak ada acara pelepasan dan kehadiran satu orang pun dari pejabat di daerah ini. Sementara tim lain dilepas dengan upacara kebesaran dan dengan pesangon yang cukup," sindirnya.
Zainal, pemilik registrasi JZ 19 CLN, membantah pernyataan Koordinator Tim RAPI Kalsel yang menyatakan bahwa tugas jaga malam sudah merupakan kesepakatan tim. Padahal, tambahnya, dari laporan Sekretaris RAPI yang ikut sebagai relawan, keputusan diambil sepihak tanpa adanya musyawarah dengan anggota tim.
Dia pun menyesalkan pendapat sebagian pejabat di Kalsel yang menyatakan seorang relawan semestinya tidak perlu dibantu karena yang namanya relawan berangkat dan bertugas atas kemauan sendiri, tanpa diminta sehingga wajar jika tidak dibantu. "Masa iya, seorang relawan yang rela mati, rela meninggalkan pekerjaannya, rela meninggalkan keluarganya dengan membawa nama Kalsel dan membawa nama Banjarmasin, bertugas di sana tidak diberikan apa-apa oleh pemerintah. Sungguh suatu pikiran yang sempit dan picik, dan lucu pernyataan itu dikeluarkan seorang pejabat," katanya.
Karena pertimbangan itulah, tambah Zainal, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas keberadaan Tim RAPI di Aceh, ia mengambil keputusan untuk menarik kembali ke Banjarmasin. (pur) - dok. JZ 19 CN - Caplin
Menurut Zainal, penarikan Tim RAPI ini karena sangat buruknya manajemen penanggulangan bencana tim yang dipimpin Satkorlak PBP Kalsel serta lembeknya pejabat di dalamnya saat pengambilan keputusan.
Selain itu, tidak adanya konsekuensi tugas yang diberikan kepada Tim RAPI. "Kedatangan Tim RAPI di Aceh bukan sebagai aparat keamanan, tetapi sebagai sukarelawan yang tugasnya 100 persen adalah membantu rakyat Aceh terutama dalam hal mengevakuasi mayat dan pendistribusian bantuan dan makanan. Untuk keamanan mestinya diserahkan saja kepada pihak keamanan, bukan kepada relawan," ujarnya.
Digambarkan Zainal, Tim RAPI bekerja pada siang hari melakukan evakuasi. Kemudian malamnya, ditugaskan kembali untuk menjaga fasilitas dan logistik yang ada di halaman Kantor Gubernur NAD. Padahal, tugas ini sangat berisiko bagi keselamatan karena kantor gubernur adalah salah satu sasaran GAM dan penjarahan oleh masyarakat Aceh sendiri. "Saya mempertanyakan, siapa yang bertanggung jawab bila salah satu dari anggota kami tewas ditembak GAM. Tetapi kalau mereka meninggal saat melakukan evakuasi, maka kami rela karena memang tugas kami," ujarnya.
Zainal juga merasa prihatin terhadap kondisi Tim RAPI. Ternyata, relawan RAPI, khususnya anggota RAPI Banjarmasin, tidak divaksinasi. Artinya, perhatian terhadap relawan tidak ada. Hal ini berpotensi menimbulkan korban baru.
"Kami melihat adanya diskriminasi dengan kelompok lain di dalam Tim Satkorlak PBP Kalsel terhadap RAPI. Ini terlihat dari persiapan sampai ke Aceh. Keberangkatan kami saja sendiri, tidak ada acara pelepasan dan kehadiran satu orang pun dari pejabat di daerah ini. Sementara tim lain dilepas dengan upacara kebesaran dan dengan pesangon yang cukup," sindirnya.
Zainal, pemilik registrasi JZ 19 CLN, membantah pernyataan Koordinator Tim RAPI Kalsel yang menyatakan bahwa tugas jaga malam sudah merupakan kesepakatan tim. Padahal, tambahnya, dari laporan Sekretaris RAPI yang ikut sebagai relawan, keputusan diambil sepihak tanpa adanya musyawarah dengan anggota tim.
Dia pun menyesalkan pendapat sebagian pejabat di Kalsel yang menyatakan seorang relawan semestinya tidak perlu dibantu karena yang namanya relawan berangkat dan bertugas atas kemauan sendiri, tanpa diminta sehingga wajar jika tidak dibantu. "Masa iya, seorang relawan yang rela mati, rela meninggalkan pekerjaannya, rela meninggalkan keluarganya dengan membawa nama Kalsel dan membawa nama Banjarmasin, bertugas di sana tidak diberikan apa-apa oleh pemerintah. Sungguh suatu pikiran yang sempit dan picik, dan lucu pernyataan itu dikeluarkan seorang pejabat," katanya.
Karena pertimbangan itulah, tambah Zainal, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas keberadaan Tim RAPI di Aceh, ia mengambil keputusan untuk menarik kembali ke Banjarmasin. (pur) - dok. JZ 19 CN - Caplin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar